Diaspora Indonesia di Denmark Kritik Tunjangan Fantastis DPR yang Dinilai Tak Berempati

Diaspora Indonesia di Denmark, Salsa Erwina Hutagalung, menyoroti tunjangan fantastis DPR yang dinilai tidak berempati pada rakyat. Ia membandingkan kesenjangan gaji wakil rakyat Indonesia dengan negara lain dan menilai kinerja DPR tidak sebanding dengan fasilitas yang diterima.

Aug 28, 2025 - 09:01
 0
Diaspora Indonesia di Denmark Kritik Tunjangan Fantastis DPR yang Dinilai Tak Berempati

Kecintaan terhadap tanah air membuat diaspora Indonesia ikut bersuara lantang soal tunjangan fantastis bagi anggota DPR yang dinilai tidak berempati dengan kondisi ekonomi bangsa. Salah satunya datang dari Salsa Erwina Hutagalung, diaspora Indonesia yang kini tinggal di Arhus, Denmark. Dalam wawancara melalui sambungan Zoom, Salsa mengungkapkan keresahan dirinya dan rekan-rekan diaspora terhadap ketidakadilan tersebut.

Menurut Salsa, kesenjangan penghasilan antara anggota DPR dan masyarakat Indonesia sangat mencolok jika dibandingkan dengan negara lain. Ia mencontohkan di Singapura gaji anggota parlemen hanya 2,6 kali lipat dari UMR, di Malaysia sekitar enam kali lipat, sedangkan di Swedia atau Denmark hanya 1,9 kali lipat. Namun, di Indonesia, gaji anggota DPR mencapai 34 kali lipat dari rata-rata UMR nasional sebesar Rp3,5 juta.

Lebih jauh, Salsa menyoroti persoalan pajak yang menurutnya tidak adil. Anggota DPR disebut tidak membayar pajak meski menerima gaji dan tunjangan besar, sementara rakyat kecil justru dipotong pajaknya sejak awal. “Masyarakat dicekik habis-habisan, tapi wakil rakyat hidup bermewah-mewahan,” ujarnya.

Salsa juga menilai kinerja DPR tidak sepadan dengan fasilitas yang diterima. Ia menyebut target legislasi tidak pernah tercapai sesuai rencana. Dari 42 RUU prioritas tahun 2025, baru 14 yang berhasil disahkan. Bahkan RUU Perampasan Aset yang didukung 94 persen publik pun hingga kini tertunda pengesahannya. Menurutnya, tanpa ukuran kinerja yang jelas, kenaikan gaji dan tunjangan hanya akan semakin memperlebar jurang ketidakadilan.

Selain itu, Salsa mengkritik sikap sebagian anggota DPR yang menolak berdiskusi dengan masyarakat. Ia menyinggung pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang menolak ajakan debat publik terkait isu tunjangan. “Kalau benar merasa wakil rakyat, seharusnya mereka berani mendengar kritik,” kata Salsa.

Ia membandingkan kondisi tersebut dengan Denmark, di mana wakil rakyat dekat dengan masyarakat, tidak menerima fasilitas berlebihan, dan lebih transparan dalam membuat kebijakan. “Di sini politisi bahkan naik bus atau bersepeda ke kantor. Mereka tidak diberi tunjangan rumah atau mobil dinas, hanya kartu transportasi,” jelasnya.

Bagi Salsa, perbandingan itu menunjukkan betapa jauhnya kualitas demokrasi di Indonesia. Ia berharap kritik dari diaspora bisa menjadi suara tambahan agar wakil rakyat lebih sadar diri. “Kami punya privilege karena hidup jauh dari Indonesia, sehingga lebih sulit dibungkam. Dengan itu kami ingin membantu saudara sebangsa agar keluar dari situasi menyedihkan ini,” tuturnya.

Salsa menegaskan bahwa perjuangannya semata-mata karena rasa cinta pada tanah air. Ia berharap DPR mau melakukan introspeksi, mengevaluasi tunjangan, dan benar-benar mendengarkan aspirasi rakyat. “Kita ingin wakil rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, bukan yang hanya menikmati fasilitas,” pungkasnya.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0