Indonesia Waspada Lonjakan Kasus COVID-19 Varian MB.1.1
Indonesia hadapi lonjakan kasus COVID-19 varian MB.1.1 sejak Maret 2025, terdeteksi di Jakarta, Surabaya, Banten, dan Lampung. Varian ini lebih ringan, tidak mematikan, namun kelompok rentan dan belum divaksin disarankan waspada dan gunakan masker.

Jakarta, 5 Juni 2025 – Indonesia kembali menghadapi ancaman gelombang baru kasus COVID-19 dengan varian MB.1.1 yang kini mendominasi penularan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan peningkatan kasus di sejumlah wilayah, sejalan dengan tren lonjakan di negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan Hong Kong. Berikut ulasan mengenai asal-usul lonjakan kasus, daerah rawan, perbedaan varian saat ini dengan awal pandemi, alasan varian ini tidak mematikan, rekomendasi penggunaan masker, dan dampak pada individu tanpa vaksinasi.
Asal-Usul Lonjakan Kasus
Lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia mulai terdeteksi sejak Maret 2025, sebagaimana diungkapkan dalam Surat Edaran Kemenkes tertanggal 23 Mei 2025. Kasus awal banyak terkait pelaku perjalanan luar negeri yang tiba melalui pintu masuk utama seperti Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta dan Bandara Juanda di Surabaya. Varian MB.1.1, turunan dari Omicron, menjadi penyebab utama karena kemampuannya menyebar cepat melalui mutasi pada spike protein. Meskipun data terbaru menunjukkan penurunan kasus pada minggu ke-20 tahun 2025, dengan hanya tiga kasus baru dan positivity rate 0,59%, kewaspadaan tetap ditingkatkan untuk mencegah gelombang baru.
Secara global, peningkatan kasus juga terpantau di beberapa negara seperti Inggris dengan 1.276 kasus, Brasil dengan 1.299 kasus, dan Yunani dengan 507 kasus pada periode serupa. Mobilitas internasional, terutama selama musim libur, menjadi faktor utama penyebaran varian ini. Kemenkes kini memperketat pengawasan terhadap pelaku perjalanan untuk meminimalkan risiko impor kasus.
“Surat edaran ini bertujuan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan Covid-19 maupun penyakit potensial kejadian luar biasa atau wabah lainnya,” ujar Plt. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes, Murti Utami, dalam surat edaran tertanggal 23 Mei 2025.
Daerah Rawan di Indonesia
Jakarta menjadi salah satu wilayah dengan laporan kasus tertinggi, dengan 35 kasus positif tercatat sepanjang 2025 hingga 20 Mei, sebagian besar terjadi pada Januari. Sebagai pusat mobilitas dan pintu masuk internasional, kota ini rentan terhadap penularan akibat kedatangan pelancong dari negara dengan kasus tinggi seperti Singapura. Banten juga melaporkan penambahan kasus, terutama terkait pelaku perjalanan melalui pelabuhan dan bandara.
Surabaya, sebagai kota besar di Jawa Timur, menjadi fokus pengawasan karena aktivitas bandara dan pelabuhannya yang sibuk. Lampung juga mencatat kasus baru, meskipun dalam jumlah kecil. Pemerintah daerah di wilayah ini telah memperkuat pengawasan dengan pemeriksaan suhu tubuh di pintu masuk publik dan meningkatkan koordinasi melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
“Saya berharap, warga Surabaya yang memang dalam kondisi tidak sehat, badannya meriang, batuk, pilek, tolong menggunakan masker, sehingga tidak menularkan kepada orang lain,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya, Selasa (3/6/2025).
Perbedaan Varian Saat Ini dengan Awal Pandemi
Varian MB.1.1, turunan dari Omicron (BA.2.86.1.1.49.1.1.1), memiliki karakteristik yang jauh berbeda dari varian awal seperti SARS-CoV-2 asli di Wuhan atau Alpha. Varian ini menyebar lebih cepat karena mutasi yang memungkinkannya menghindari antibodi, tetapi gejalanya jauh lebih ringan, seperti batuk kering, pilek, demam ringan, sakit kepala, dan nyeri tenggorokan. Berbeda dengan varian awal yang sering menyebabkan hilangnya indera penciuman dan sesak napas berat, MB.1.1 jarang memicu komplikasi serius seperti pneumonia.
Pada puncak pandemi 2021, varian Delta menyebabkan tingkat hospitalisasi dan kematian yang tinggi, dengan angka kematian harian di Indonesia mencapai 555 kasus. Sebaliknya, varian MB.1.1 tidak menyebabkan kematian pada 2025, menunjukkan penurunan signifikan dalam keparahan. Faktor ini didukung oleh imunitas populasi yang tinggi akibat vaksinasi dan infeksi sebelumnya.
“Jadi kita sudah seperti biasanya ya. Karena Covid-19 yang ini, Covid-nya kan seperti batuk pilek saja, tidak seperti Covid-19 yang dulu, yang posisinya sampai korban jiwa,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya, Selasa (3/6/2025).
Mengapa Varian Ini Tidak Mematikan
Varian MB.1.1 dianggap tidak mematikan karena imunitas masyarakat Indonesia yang telah terbangun melalui vaksinasi dosis primer dan booster, serta infeksi sebelumnya. Mayoritas penduduk telah menerima setidaknya dua dosis vaksin, yang terbukti mengurangi risiko hospitalisasi hingga 70-90%. Selain itu, varian ini cenderung menyerang saluran pernapasan atas, bukan paru-paru, sehingga risiko komplikasi seperti sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) sangat rendah.
Sistem kesehatan Indonesia juga lebih siap dibandingkan awal pandemi. Ketersediaan tempat tidur, oksigen, dan obat-obatan telah ditingkatkan berdasarkan pengalaman gelombang sebelumnya. Kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan, seperti mencuci tangan dan menjaga jarak, turut membantu menekan dampak varian ini.
“Nah, itu ada berapa puluh rumah sakit dan puskesmas yang kita survei. Ada kenaikan sedikit. Ya, ada kenaikan sedikit, belum sebanyak seperti Singapura,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Siapa yang Harus Memakai Masker
Penggunaan masker kembali menjadi langkah pencegahan utama yang dianjurkan pemerintah. Individu yang sedang sakit, terutama dengan gejala seperti batuk, pilek, atau demam, diminta memakai masker untuk mencegah penularan ke orang lain. Masker juga sangat dianjurkan di tempat ramai seperti transportasi umum, pasar, atau bandara, serta di ruangan dengan ventilasi buruk, untuk mengurangi risiko penyebaran virus.
Kelompok rentan, seperti lansia, anak-anak, dan orang dengan penyakit penyerta seperti diabetes atau gangguan imun, disarankan selalu memakai masker. Pelaku perjalanan, terutama yang kembali dari negara dengan kasus tinggi, juga diimbau menggunakan masker. Pemerintah daerah, seperti di Surabaya, telah memperkuat imbauan ini untuk menjaga situasi tetap terkendali.
“Saya berharap, warga Surabaya yang memang dalam kondisi tidak sehat, badannya meriang, batuk, pilek, tolong menggunakan masker, sehingga tidak menularkan kepada orang lain,” ujar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Selasa (3/6/2025).
Dampak pada Individu Tanpa Vaksinasi
Individu yang belum divaksinasi COVID-19 berisiko mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan mereka yang telah divaksin. Meskipun varian MB.1.1 umumnya menyebabkan gejala ringan seperti batuk dan pilek, pada orang tanpa vaksinasi, gejala ini dapat berlangsung lebih lama atau, dalam kasus tertentu, berkembang menjadi komplikasi seperti pneumonia, terutama pada lansia atau individu dengan komorbid.
Vaksinasi terbukti mengurangi risiko hospitalisasi hingga 90%, sehingga kelompok tanpa vaksinasi disarankan segera melengkapi dosis primer dan booster. Selain itu, penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan menjadi sangat penting untuk melindungi mereka dari infeksi.
“Apabila positif tetap lakukan isolasi mandiri sehingga dapat memutus penularan COVID-19. Jangan sampai menularkan kepada orang lain,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril pada 2023, menegaskan pentingnya isolasi dan vaksinasi untuk mencegah penularan.
Langkah Pemerintah dan Imbauan Masyarakat
Pemerintah telah memperkuat pengawasan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) serta skrining ketat di pintu masuk seperti bandara dan pelabuhan. Masyarakat diimbau melakukan tes swab jika mengalami gejala infeksi saluran pernapasan, melengkapi vaksinasi booster, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer. Menghindari kerumunan saat sedang sakit juga menjadi langkah penting untuk menekan penularan.
Dengan disiplin protokol kesehatan dan cakupan vaksinasi yang tinggi, Indonesia berada dalam posisi lebih baik untuk menghadapi lonjakan kasus. Meskipun varian MB.1.1 tidak mematikan, kewaspadaan tetap diperlukan untuk melindungi kelompok rentan dan mencegah gelombang baru.
What's Your Reaction?






