Korea Selatan Gelar Pilpres 2025 Dadakan, Capres Korban Penikaman Jadi Favorit
Korea Selatan menggelar pemilu presiden 3 Juni 2025 pasca-pemakzulan Yoon Suk Yeol. Lee Jae-myung, kandidat favorit yang selamat dari penikaman dan selalu memakai rompi antipeluru, unggul di tengah polarisasi politik.

Seoul, 3 Juni 2025 — Korea Selatan menggelar pemilihan presiden krusial hari ini, 3 Juni 2025, menyusul pemakzulan mantan Presiden Yoon Suk Yeol akibat deklarasi darurat militer kontroversial pada Desember 2024.
Dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 62,1% hingga pukul 13.00 waktu setempat, lebih tinggi dari pemilu 2022, rakyat Korea Selatan menunjukkan antusiasme besar untuk menentukan arah bangsa.
Lee Jae-myung, kandidat Partai Demokrat (DP) yang pernah menjadi korban penikaman, muncul sebagai favorit, dengan kebiasaan eksentriknya selalu mengenakan rompi antipeluru menjadi sorotan.
Lee Jae-myung, Dari Penikaman ke Favorit Pemilu
Lee Jae-myung, mantan gubernur Provinsi Gyeonggi dan kandidat presiden 2022, memimpin jajak pendapat dengan dukungan 49% menurut Gallup Korea (25-26 Mei 2025). Popularitasnya melonjak karena perannya menentang darurat militer Yoon, yang memicu protes nasional.
Latar belakangnya sebagai pekerja pabrik yang menjadi pengacara hak asasi manusia dan politikus progresif membuatnya disukai kalangan progresif. Lee dikenal atas kebijakan seperti pendapatan dasar universal, yang menarik pemilih muda dan kelas pekerja.
Namun, perjalanan Lee tidak lepas dari drama. Pada Januari 2024, ia nyaris tewas dalam serangan penikaman di Busan, yang menyebabkan luka serius di lehernya. Sejak itu, Lee selalu mengenakan rompi antipeluru saat berkampanye, sebuah kebiasaan eksentrik yang mencerminkan ancaman nyata terhadap keselamatannya.
“Saya memakai rompi ini bukan karena takut, tapi untuk menunjukkan bahwa saya akan terus berjuang demi rakyat,” ujar Lee dalam kampanye di Seoul pada 1 Juni. Kebiasaan ini, meski dianggap eksentrik, memperkuat citranya sebagai sosok tangguh yang tidak gentar menghadapi bahaya.
“Lee Jae-myung adalah simbol perlawanan terhadap kekuasaan otoriter,” kata analis politik Park Ji-won dari Universitas Nasional Seoul.
“Pengalamannya selamat dari penikaman dan komitmennya pada reformasi sosial membuatnya resonan dengan pemilih yang muak dengan krisis politik.” Dukungan Lee juga diperkuat oleh kemampuannya menarik pemilih moderat yang kecewa dengan pemerintahan Yoon.
Pesaing dan Polarisasi Politik pada Pilpres Korsel 2025
Selain Lee, dua kandidat utama lainnya adalah Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) dan Lee Jun-seok dari Partai Reformasi Baru. Kim, dengan dukungan 36%, berjuang melepaskan diri dari bayang-bayang Yoon, yang deklarasi darurat militernya didukungnya.
“Kita butuh aliansi kuat dengan AS untuk menjaga stabilitas ekonomi,” kata Kim di Busan, menekankan hubungan dengan Washington di tengah tarif AS. Namun, dukungannya melemah di kalangan pemilih moderat.
Lee Jun-seok, dengan 9% dukungan, menarik pemilih muda dengan platform reformasi. “Korea Selatan butuh pemimpin baru, bebas dari politik lama,” ujarnya di Incheon. Meski karismatik, peluangnya terbatas karena basis dukungan yang kecil.
Pemilu ini mencerminkan polarisasi politik yang mendalam. Pemakzulan Yoon, disahkan pada April 2025, dipicu oleh darurat militer selama enam jam yang dikecam sebagai penyalahgunaan kekuasaan. “Pemilu ini adalah referendum atas krisis demokrasi kita,” kata komentator politik Choi Eun-kyung.
Tantangan Ekonomi dan Geopolitik
Presiden baru akan menghadapi tantangan besar, termasuk tarif 25% dari Presiden AS Donald Trump yang mengancam ekspor Korea Selatan seperti baja dan otomotif.
“Pemimpin berikutnya harus cerdas menangani tekanan ekonomi global,” kata Kim Soo-jin, ekonom dari Korea Development Institute.
Lee Jae-myung berjanji memperbaiki hubungan dengan Korea Utara dan Tiongkok sambil menjaga aliansi AS, sementara Kim Moon-soo fokus pada kerja sama dengan AS dan Jepang.
Ketahanan Demokrasi dan Catatan Budaya
Korea Selatan dipuji karena mampu menggelar pemilu dadakan pasca-krisis.
“Dua pemakzulan dalam delapan tahun menunjukkan ketahanan demokrasi, tapi juga kelemahannya,” ujar Choi Eun-kyung. Namun, absennya kandidat perempuan, pertama dalam 18 tahun, dikritik.
“Ini kemunduran bagi kesetaraan gender,” kata Hong Sook-ja, kandidat presiden perempuan pertama pada 1987.
Fenomena budaya juga mewarnai pemilu. Ramalan dukun yang memprediksi kemenangan Lee Jae-myung menarik perhatian, mencerminkan perpaduan tradisi dan modernitas. Kebiasaan Lee memakai rompi antipeluru juga menjadi simbol ketegangan politik, sekaligus daya tarik unik yang memperkuat citranya.
Menuju Hasil Akhir
Penghitungan suara sedang berlangsung, dengan hasil awal diharapkan tengah malam dan final pada 4 Juni pukul 06.00. Pemenang akan menjabat hingga Mei 2027.
“Kami ingin pemimpin yang bisa menyatukan kami,” kata Park Min-ji, pemilih berusia 29 tahun di Seoul. Dengan Lee Jae-myung sebagai favorit, dunia menanti bagaimana ia akan membawa Korea Selatan keluar dari krisis.
What's Your Reaction?






