Krisis Haji Furoda 2025, Ribuan Jemaah Indonesia Gagal Berangkat

Jakarta, 2 Juni 2025 – Ribuan calon jemaah haji furoda Indonesia terpaksa menunda impian ke Tanah Suci. Penutupan penerbitan visa haji furoda oleh Pemerintah Arab Saudi pada 26 Mei 2025 memicu kekecewaan mendalam. Keputusan ini meninggalkan luka finansial dan emosional bagi jemaah serta kerugian besar bagi penyelenggara.
Haji furoda, program haji non-kuota dengan visa mujamalah, menawarkan keberangkatan cepat tanpa antrean panjang. Biayanya fantastis, mulai Rp 269 juta hingga Rp 400 juta, jauh di atas haji reguler (Rp 55,4 juta) atau haji khusus (Rp 187 juta–Rp 334 juta). Fasilitas premium seperti hotel bintang lima menjadi daya tarik utama. Namun, tahun ini, visa mujamalah tidak diterbitkan, menghentikan rencana ribuan jemaah.
Pemerintah Arab Saudi menutup penerbitan visa haji, termasuk furoda, pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 waktu setempat. Sistem elektronik Masar Nusuk mengkonfirmasi kebijakan ini. Tidak ada alasan resmi diumumkan, tetapi dugaan mengarah pada reformasi digital untuk penataan data jemaah yang lebih transparan. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga jemaah dari negara lain.
Kekecewaan Jemaah Calon Haji Furoda di Media Sosial
Kekecewaan jemaah tumpah di media sosial, khususnya X. Naufal, jemaah asal Kebumen, menulis, “Impian haji pupus. Dana Rp 300 juta sudah dibayar sejak Ramadan, tapi visa tak keluar. Kami harap refund segera!”
Pengguna lain, @HajiImpian2025, mengeluh, “Sudah siap lahir batin, malah gagal. Travel harus bertanggung jawab, kembalikan uang kami!”
Bahkan artis seperti Kimberly Ryder terdampak. “Stres dan malu. Kami sudah siapkan segalanya, tapi batal begitu saja,” tulisnya di X. Keluhan ini mencerminkan trauma emosional dan finansial yang dialami jemaah.
Kerugian Penyelenggara Haji Khsus dan Upaya Pemerintah
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) menghadapi kerugian besar, diperkirakan Rp 100 juta per jemaah atau hingga Rp 1-2 miliar untuk kelompok besar. Biaya tiket pesawat, hotel bintang tinggi, dan layanan Masa’ir (Arafah, Muzdalifah, Mina) sudah terlanjur dibayar.
Seorang pengurus PIHK di Jakarta mengeluh, “Kami seperti terkena jantungan. Dana operasional sudah keluar, tapi visa tidak ada. Refund penuh sulit karena sebagian besar dana sudah terpakai.”
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan visa furoda berada di luar kuota resmi Indonesia. “Kami sudah berupaya berkomunikasi dengan otoritas Saudi, tetapi ini kewenangan mereka. Kami terus cari solusi,” katanya pada 1 Juni 2025.
Menteri Luar Negeri Sugiono menambahkan, “Visa haji furoda sepenuhnya wewenang Arab Saudi. Kami tetap berkoordinasi melalui jalur diplomatik, tapi belum ada kejelasan.”
Respons Asosiasi dan YLKI
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengkonfirmasi penutupan visa setelah berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. “Kami imbau jemaah beralih ke haji khusus yang lebih terjamin,” ujar perwakilan AMPHURI dalam surat edaran 27 Mei 2025.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turun tangan dengan membuka posko pengaduan. Ketua YLKI Tulus Abadi menegaskan, “PIHK wajib refund dana penuh sesuai MOU. Kami dampingi jemaah untuk pastikan hak mereka terpenuhi.”
Beberapa travel, seperti Khazzanah Tours, memiliki klausul pengembalian dana 100% jika gagal berangkat. Namun, proses refund memakan waktu karena dana sudah terpakai untuk persiapan.
Desakan DPR dan Solusi Jangka Panjang
Anggota Komisi VIII DPR, Dini Rahmania, menyoroti perlunya perlindungan hukum bagi jemaah. “Negara tidak boleh abai terhadap amanah ibadah umat. UU Nomor 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah harus direvisi untuk atur haji furoda,” tegasnya.
Dini juga berencana bertemu jemaah terdampak untuk mendengar keluhan langsung. Ia mendesak Kemenag memberikan penjelasan resmi dan menegakkan hukum terhadap PIHK yang lalai.
Penyebab Gagal Terbitnya Visa dan Reformasi Haji Furoda
Meskipun Arab Saudi tidak merilis alasan resmi, reformasi digital diduga menjadi pemicu. Sistem baru menuntut input data jemaah lebih awal untuk transparansi dan efisiensi. Penutupan visa lebih cepat dari biasanya menunjukkan perubahan strategis dalam penyelenggaraan haji.
Kejadian serupa pernah terjadi pada 2022, ketika 4.000 jemaah Indonesia gagal berangkat akibat keterbatasan kuota internasional pasca-pandemi. Hal ini menunjukkan ketidakpastian visa furoda yang bergantung pada hak prerogatif Saudi.
Rekomendasi untuk Jemaah dan Pemerintah
Jemaah diimbau berhati-hati memilih travel haji furoda. Haji khusus, meski antrean 5-7 tahun, lebih aman karena masuk kuota resmi. Pemerintah didesak merevisi UU PIHU untuk mengatur standar pelayanan dan mekanisme haji furoda.
Transparansi dari PIHK juga krusial. “Jemaah harus tahu risiko visa furoda sejak awal. Informasi jujur bisa kurangi kekecewaan,” kata pengamat haji, Ahmad Zainuddin.
Krisis ini menjadi pelajaran berharga bagi tata kelola haji di Indonesia. Dengan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah Indonesia, PIHK, dan otoritas Saudi, diharapkan kejadian serupa tidak terulang. Sementara itu, jemaah yang gagal berangkat berharap dana mereka kembali secepatnya untuk meredakan beban finansial dan emosional.
What's Your Reaction?






