Serangan Terbaru Israel di Gaza Menimbulkan Kecaman Internasional

Jakarta, 11 Agustus 2025 — Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan rencana pelaksanaan operasi militer baru di wilayah Gaza yang menargetkan dua posisi terakhir yang dikuasai oleh kelompok Hamas. Pengumuman tersebut memicu kecaman yang meluas dari komunitas internasional dan memaksa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas situasi yang semakin memanas.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Italia menyampaikan peringatan bahwa invasi ini berpotensi berubah menjadi “Perang Vietnam” bagi pasukan Israel. Di tengah kritik global, Amerika Serikat tetap menjadi satu-satunya pendukung utama Israel di forum internasional.
Dalam pernyataannya, Netanyahu menegaskan bahwa kabinet keamanan telah memberikan persetujuan untuk melaksanakan operasi militer yang bertujuan menghancurkan dua benteng terakhir Hamas yang berada di Kota Gaza dan Al Mawasi. Dia menambahkan bahwa operasi ini diharapkan dapat mengakhiri konflik dengan cepat, serta menyatakan bahwa warga sipil telah diberikan kesempatan untuk mengungsi ke zona aman yang telah ditentukan sebelumnya.
Netanyahu menegaskan, “Kami akan memenangkan peperangan ini, dengan atau tanpa dukungan dari pihak lain,” dengan sikap yang tegas dan menantang.
Meski demikian, kondisi di lapangan tampaknya berbeda dengan pernyataan tersebut. Seorang pejabat militer Israel yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan bahwa operasi ini akan dilakukan secara bertahap dan belum memiliki jadwal pasti. Selain itu, kolumnis Israel, Nadav Eyal, melaporkan bahwa kekuatan Hamas masih jauh dari terkalahkan, dengan sebanyak 38 tentara Israel telah gugur sejak bulan Maret akibat serangkaian serangan mendadak.
Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, juga memperingatkan bahwa perluasan operasi militer berpotensi membahayakan sekitar 20 sandera yang diperkirakan masih berada di tangan Hamas.
Secara diplomatik, sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB mengecam rencana militer Israel tersebut. Negara-negara sekutu utama Israel seperti Inggris, Prancis, dan Jerman menyatakan penolakan keras atas langkah ini. Inggris secara aktif mendorong penyelenggaraan pertemuan darurat, sementara Jerman mengambil langkah tegas dengan menangguhkan ekspor peralatan militer yang dapat digunakan dalam konflik Gaza.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB, Miroslav Jenca, memperingatkan bahwa operasi ini dapat memicu bencana kemanusiaan baru, termasuk pengungsian besar-besaran dan kerusakan infrastruktur yang luas di Gaza.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menuduh Israel berupaya menghancurkan rakyat Palestina melalui perpindahan paksa dan pembantaian yang diduga bertujuan untuk memuluskan pencaplokan wilayah mereka.
Risiko Israel terjebak dalam konflik berkepanjangan juga diungkapkan oleh analis geopolitik David Hearst. Ia berpendapat bahwa meski Israel mungkin berhasil dalam pertempuran, mereka berisiko kalah dalam “perang” yang lebih besar, yang akan dipengaruhi oleh ketahanan rakyat Palestina dan pergeseran opini publik di negara-negara Barat.
Kolumnis Israel, Nadav Eyal, menggambarkan agresi militer ini sebagai “fase Vietnam” bagi Israel karena kurangnya strategi pasca-konflik yang jelas, yang dapat menyebabkan keterjebakan dalam pendudukan militer yang berkepanjangan.
Situasi di Gaza kini memasuki fase yang semakin kritis dan berpotensi memperburuk ketegangan regional serta menimbulkan dampak kemanusiaan yang serius. Respons internasional dan langkah lanjutan Israel akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah perkembangan konflik di kawasan tersebut.
What's Your Reaction?






