DPR RI Bahas RUU Perampasan Aset, Publik Diminta Terlibat Aktif
DPR RI bersama Wamenkumham dan Panitia Perancang UU membahas RUU Perampasan Aset dalam rapat pleno. RUU ini menjadi prioritas 2025 dan menekankan partisipasi publik serta harmonisasi regulasi.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno bersama Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu sore. Salah satu pembahasan utama dalam rapat tersebut adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang diproyeksikan sebagai instrumen hukum untuk menindak para pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Wakil Menteri Hukum Edi Harit dalam rapat tersebut mengusulkan lima RUU prioritas untuk tahun 2025 dan 17 RUU untuk tahun 2026. Dari sejumlah usulan tersebut, RUU Perampasan Aset ditempatkan sebagai prioritas utama. Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menegaskan bahwa pembahasan RUU tersebut akan dimulai tahun 2025 dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna.
“Kita mulai pembahasan. Terpenting sekarang ini publik harus tahu isinya. Selama ini publik hanya mengetahui judulnya saja. Nantinya isi RUU ini akan dibuat lebih terang dan jelas. Kita juga tidak boleh tergesa-gesa karena setiap pasal memiliki keterkaitan dengan undang-undang lain yang harus diperhatikan. Itu yang disebut harmonisasi dan sinkronisasi,” ujar Bob Hasan.
Sejalan dengan itu, Wamenkum Edi Harit menekankan pentingnya pemaknaan isi RUU serta keterlibatan publik secara menyeluruh. Menurutnya, perampasan aset tidak hanya berkaitan dengan kasus korupsi, tetapi juga dengan tindak pidana lainnya yang merugikan negara.
Sebelumnya, masyarakat telah mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset agar menjadi payung hukum dalam menindak tegas pejabat yang terlibat dalam korupsi.
What's Your Reaction?






