Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook Rp9,9 Triliun Guncang Kemendikbudristek
Kejagung usut dugaan korupsi Rp9,9 triliun proyek Chromebook Kemendikbudristek 2019–2023. Nadiem Makarim dan staf khusus ikut disorot.

Jakarta, 11 Juni 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan 1,1 juta unit laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019-2023.
Proyek ini, yang dimaksudkan untuk mendukung digitalisasi pendidikan selama pandemi Covid-19, kini menjadi sorotan karena indikasi "pemufakatan jahat" dalam proses pengadaan.
Penyidik Kejagung menemukan bahwa tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengarahkan pemilihan Chromebook berbasis Chrome OS, meskipun ada rekomendasi untuk menggunakan laptop berbasis Windows.
"Ada indikasi pengarahan khusus untuk memilih Chromebook, yang menjadi dasar penyelidikan kami," ujar sumber di Kejagung. Akibatnya, Kejagung kini menghitung potensi kerugian keuangan negara, sambil memeriksa 28 saksi, termasuk tiga staf khusus mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Nadiem Makarim, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan pada periode tersebut, akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa pengadaan dilakukan secara transparan melalui e-katalog LKPP untuk meminimalkan konflik kepentingan.
"Kami memilih Chromebook karena biaya kepemilikan total yang lebih rendah dan kemudahan pengelolaan, sesuai kajian teknis," kata Nadiem. Ia juga membantah tuduhan bahwa Chromebook dialokasikan untuk daerah tertinggal, menjelaskan bahwa perangkat hanya diberikan ke sekolah dengan akses internet.
Namun, penyelidikan Kejagung mengungkap fakta lain. Penggeledahan apartemen tiga staf khusus Nadiem—Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim Arief—menghasilkan penyitaan barang bukti berupa ponsel, laptop, dan hard disk. Ketiganya bahkan telah dicegah ke luar negeri karena dianggap tidak kooperatif.
"Penyidikan ini tidak akan berhenti di level staf khusus. Kami dorong Kejagung menelusuri hingga pimpinan kementerian," tegas Indonesia Corruption Watch (ICW).
Proyek ini, yang didanai Rp3,58 triliun dari dana Satuan Pendidikan dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK), ditujukan untuk mendistribusikan Chromebook, modem 3G, dan proyektor ke 77.000 sekolah. Nadiem mengklaim 97% perangkat telah diterima dan 82% digunakan untuk pembelajaran.
Namun, Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Anwar Razak, menyebut pengadaan ini rawan korupsi, termasuk potensi markup harga dan pungutan liar dalam distribusi.
Didampingi pengacara Hotman Paris, Nadiem menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan Kejagung. "Prosesnya transparan, dan kami telah berkonsultasi dengan KPPU untuk memastikan tidak ada monopoli," ujar Hotman.
Meski demikian, sentimen publik di platform X mencerminkan kekecewaan, dengan beberapa unggahan menyebut kasus ini sebagai "mega korupsi" yang mencoreng sektor pendidikan.
Penyidikan Kejagung kini menjadi ujian bagi transparansi pengelolaan anggaran pendidikan. Apakah kasus ini akan mengungkap pelanggaran hukum yang lebih besar, atau membuktikan bahwa pengadaan dilakukan demi kepentingan pendidikan? Publik menanti jawaban.
What's Your Reaction?






