Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun dari Wilmar Group dalam Kasus Korupsi Ekspor CPO
Kejagung sita Rp11,8 triliun dari anak usaha Wilmar Group terkait kasus ekspor CPO. Salah satu penyitaan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia.

Jakarta, Alltodays.com – Kejaksaan Agung (Kejaksaan Agung) Republik Indonesia telah menyita dana sebesar Rp 11,880,351,802,619 dari lima anak perusahaan Wilmar Group sebagai pengembalian kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) periode 2021–2022.
Penyitaan ini, yang disebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia, dilakukan untuk memastikan kompensasi atas kerugian negara yang dipicu oleh kelangkaan minyak goreng pada periode tersebut.
Rincian Penyitaan
Penyitaan dilakukan pada 23 dan 26 Mei 2025 berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dana ini dihimpun dari lima entitas anak perusahaan Wilmar Group, yang masing-masing menyumbang jumlah signifikan dalam total penyitaan.
- PT Multimas Nabati Asahan: Rp 3,99 triliun
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp 7,3 triliun
- PT Sinar Alam Permai: Rp 483,96 miliar
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp 57,3 miliar
- PT Multimas Nabati Sulawesi: Rp 39,75 miliar
Menurut Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, dana tersebut telah dimasukkan ke rekening penampungan di Bank Mandiri untuk dipertimbangkan dalam proses kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Penyitaan ini merupakan langkah tegas untuk memulihkan kerugian negara, dan kami berharap menjadi contoh bagi korporasi lain,” ujar Sutikno dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta, pada 17 Juni 2025, seperti dikutip dari MetroTV News.
Sebanyak Rp 2 triliun dari total sitaan dipamerkan dalam bentuk tunai pecahan Rp 100.000, ditumpuk setinggi 1,5 meter, sebagai simbol skala penyitaan. “Kami hanya menampilkan sebagian karena keterbatasan ruang dan keamanan,” tambah Sutikno, sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia.
Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO oleh Kementerian Perdagangan pada Januari 2021 hingga Maret 2022, yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasar domestik.
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta analisis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), kerugian negara mencakup kerugian keuangan, keuntungan ilegal (illegal gain), dan dampak ekonomi yang signifikan.
Pada 19 Maret 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis lepas (ontslag) tiga korporasi—Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group—dengan alasan perbuatan mereka tidak memenuhi unsur tindak pidana, meskipun terbukti sesuai dakwaan.
Tidak puas dengan putusan tersebut, Kejagung mengajukan kasasi ke MA. “Kami yakin ada kerugian negara yang harus dipulihkan, dan pengembalian dana ini adalah bukti adanya pelanggaran,” tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin, seperti dikutip Kompas.com.
Kompleksitas kasus bertambah dengan adanya dugaan suap sebesar Rp 60 miliar kepada Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan Rp 22,5 miliar kepada tiga hakim lainnya untuk memengaruhi vonis lepas. Kejagung telah menetapkan delapan tersangka, termasuk Muhammad Syafei dari Wilmar Group, dalam penyidikan kasus suap ini. “Jika terbukti, ini adalah pengkhianatan terhadap keadilan,” ujar seorang pengamat hukum, Prof. Hikmahanto Juwana, kepada CNBC Indonesia.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau, termasuk putusan kasasi dan potensi pengembalian dana dari korporasi lain. Untuk informasi terbaru, ikuti laporan dari sumber terpercaya.
What's Your Reaction?






