Konten-Konten dari Teman Facebook Makin Jarang Nonggol di Feed, Ternyata Ini Sebabnya!
Pengguna acebook aktif, namun makin jarang lihat status dari teman nonggol di feed? Ternyata banyak juga pengguna facebook lain yang mengalami hal ini. Apa sebabnya?

Jakarta, 15 Mei 2025 – Dunia teknologi dikejutkan oleh pernyataan CEO Meta, Mark Zuckerberg, yang mengumumkan kematian era jejaring sosial. Dalam sidang antimonopoli Federal Trade Commission Amerika Serikat pada 12 April 2025, Zuckerberg menyatakan bahwa Facebook telah berhenti menjadi platform berbagi kabar antar teman dan keluarga.
“Facebook kini adalah ruang hiburan eksploratif yang luas,” katanya, menandakan perubahan mendasar dari platform yang mendefinisikan jejaring sosial selama dua dekade.
Pergeseran ini terasa nyata bagi jutaan pengguna di Indonesia dan global. Beranda Facebook kini dipenuhi video viral, meme, dan postingan dari kreator konten yang tidak dikenal, bukan unggahan pribadi dari teman atau keluarga.
Zuckerberg mengakui bahwa interaksi berbasis pertemanan terus menurun, dengan pengguna lebih sering berbagi konten kreator melalui pesan pribadi daripada mengunggah kabar pribadi.
Algoritma Facebook, yang memprioritaskan konten dengan interaksi tinggi, mendorong tren ini, membuat unggahan teman tenggelam di antara lautan video dan promosi.
Pertanyaan besar kini muncul: akankah fitur pertemanan, inti dari Facebook sejak 2004, dihapus sepenuhnya? Dalam email internal pada 2022, Zuckerberg pernah mengusulkan penghapusan fitur “Friends” untuk mengubah konsep platform menjadi mesin penemuan konten ala TikTok.
Meski langkah ini belum terwujud, penurunan jumlah pengguna yang menambahkan teman baru menunjukkan fitur ini kehilangan relevansi, terutama di kalangan generasi muda. Analis teknologi
Benedict Evans memperingatkan bahwa definisi jejaring sosial berbasis pertemanan, seperti yang digunakan FTC, sudah usang, namun ia mencatat bahwa grup komunitas tetap penting di pasar seperti Indonesia.
Transformasi Facebook memicu gelombang keluhan. Pengguna mengeluh bahwa unggahan teman jarang muncul, tergeser oleh konten hiburan dan iklan yang sering kali mengganggu. Iklan promosi judi online dan konten dewasa kerap membanjiri beranda, meskipun ada mekanisme pelaporan.
Fitur Facebook Pro, yang memungkinkan kreator memonetisasi konten, juga memicu lonjakan postingan clickbait berkualitas rendah, membuat pengguna merindukan masa ketika Facebook masih menjadi album kenangan digital.
Ancaman terbesar bagi Facebook datang dari TikTok, yang telah melampaui Facebook dalam waktu penggunaan pengguna. Laporan eMarketer memprediksi bahwa pada 2025, pengguna dewasa di AS akan menghabiskan lebih banyak waktu di TikTok dibandingkan Facebook.
Di Indonesia, TikTok mendominasi dengan 157,6 juta pengguna, didorong oleh algoritma cerdas dan konten video pendek yang adiktif. Meta berupaya mengejar dengan fitur Reels, namun Zuckerberg mengakui tantangan untuk menandingi keunggulan TikTok.
Sejarah jejaring sosial menawarkan peringatan. Friendster, pelopor pada awal 2000-an, runtuh karena gagal berinovasi saat Facebook muncul. Dengan 2,11 miliar pengguna aktif harian dan ekosistem yang mencakup Instagram dan WhatsApp, Facebook memiliki sumber daya untuk bertahan.
Pasar seperti Indonesia, di mana grup komunitas dan marketplace tetap populer, menjadi penopang penting. Namun, tanpa solusi untuk keluhan pengguna dan strategi yang mampu menyaingi TikTok, Facebook berisiko kehilangan relevansi. Era jejaring sosial mungkin telah berakhir, tetapi pertarungan untuk masa depan digital baru saja dimulai.
What's Your Reaction?






