Mendagri Tito Akan Revisi Kepmendagri Soal Status 4 Pulau Aceh-Sumut
Polemik batas wilayah antara Aceh dan Sumut memanas setelah Mendagri Tito Karnavian menetapkan empat pulau ke Tapanuli Tengah, kini akan direvisi demi meredakan ketegangan.

Jakarta, 18 Juni 2025. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan rencana revisi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini memicu polemik panjang, dan kini Tito berjanji untuk mengkaji ulang keputusan tersebut demi meredam ketegangan antara kedua provinsi.
Menurut laporan Detik.com, Tito menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan memperbaiki keputusan sebelumnya yang dianggap sepihak oleh masyarakat Aceh. Kami akan melakukan kaji ulang dengan data yang lebih lengkap dan melibatkan semua pihak, ujarnya pada 17 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa keputusan awal didasarkan pada data yang kurang kuat dari Aceh, yang hanya berupa fotokopi, sementara Sumut mengajukan dokumen yang dianggap lebih valid. Namun setelah gelombang protes dari Aceh, Tito berkomitmen mencari dokumen asli dan mempertimbangkan aspek historis, politis, serta sosial-kultural.
Polemik ini bermula sejak Kepmendagri tersebut diterbitkan pada 25 April 2025, yang memindahkan administrasi keempat pulau dari Kabupaten Aceh Singkil ke Kabupaten Tapanuli Tengah.
Keputusan ini memicu reaksi keras dari masyarakat Aceh, termasuk unjuk rasa dan kecaman dari tokoh masyarakat, mantan kombatan GAM, hingga anggota DPR dan DPD asal Aceh.
Keputusan ini mencederai perasaan rakyat Aceh. Pulau-pulau itu milik kami berdasarkan sejarah dan kesepakatan 1992, ujar Syakir, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh.
Kesepakatan 1992 antara Gubernur Aceh dan Sumut yang disaksikan Menteri Dalam Negeri saat itu menjadi acuan kuat pihak Aceh.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa kajian ulang akan dilakukan secara menyeluruh. Kami tidak hanya mempertimbangkan faktor geografis, tetapi juga fakta historis dan kultural.
Data baru telah kami sampaikan ke Presiden Prabowo Subianto untuk pengambilan keputusan akhir, katanya seperti dikutip dari Harianjogja.com. Selain revisi Kepmendagri, Tito juga berencana mengubah status kepemilikan keempat pulau tersebut menjadi milik Aceh, merujuk pada bukti historis yang kini diperkuat oleh Pemerintah Aceh.
Baca Juga: Prabowo Tiba di Rusia, Disambut Wakil PM Denis Manturov dengan Upacara Militer
Presiden Prabowo Subianto telah mengambil alih penanganan sengketa ini untuk mempercepat penyelesaian. Persoalan ini diambil alih oleh pemerintah pusat. Presiden akan memutuskan secepatnya, ujar Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi seperti dikutip dari kbknews.id.
Langkah ini diambil setelah komunikasi Mendagri dinilai kurang efektif dan memicu eskalasi ketegangan. Analis politik Hendri Satrio menilai bahwa polemik ini muncul akibat komunikasi yang buruk dari Mendagri Tito Karnavian.
Menurutnya, jika sejak awal dilakukan komunikasi yang terbuka dan partisipatif, permasalahan ini seharusnya dapat diselesaikan di tingkat kementerian tanpa memicu gejolak publik.
Jika komunikasi dilakukan dengan baik, masalah ini bisa selesai di level menteri, katanya kepada Investor.
Pihak Aceh menegaskan bahwa keempat pulau tersebut memiliki bukti kepemilikan yang kuat, termasuk tugu, prasasti, dermaga, dan makam seorang aulia yang sering diziarahi warga Aceh Singkil. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan pulau ini milik Aceh. Keputusan sepihak ini tidak masuk akal, ujar Farhan Hamid, tokoh masyarakat Aceh, seperti dikutip dari Metrotvnews.com.
Sementara itu, isu bahwa keputusan ini terkait cadangan migas di pulau-pulau tersebut serta dugaan keterkaitan dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution, menantu Presiden ke-7 Joko Widodo, turut memanaskan polemik.
Hasan Nasbi merespons isu tersebut dengan menyatakan bahwa tudingan itu bersifat spekulatif dan tidak memiliki dasar yang cukup untuk dijadikan perhatian serius.
Di sisi lain, Komisi II DPR RI menyatakan akan memanggil sejumlah pihak, termasuk Mendagri Tito, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumut Bobby Nasution, guna meminta penjelasan menyeluruh terkait dasar hukum, dampak administratif, serta status kependudukan warga di keempat pulau tersebut.
Legislator di Komisi II turut membuka kemungkinan penyusunan payung hukum baru apabila dibutuhkan kepastian legal yang lebih tegas dalam penetapan batas administratif antara Aceh dan Sumatera Utara.
Kami ingin kejelasan, termasuk status kependudukan warga di pulau-pulau tersebut, ujar Rifqi, anggota Komisi II DPR, kepada Repelita.com. Jika diperlukan, revisi undang-undang terkait batas wilayah Aceh dan Sumut juga akan dipertimbangkan.
Hingga kini, revisi Kepmendagri masih dalam proses, dengan harapan dapat menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung puluhan tahun. Masyarakat Aceh dan Sumut menanti keputusan final yang diharapkan dapat menjaga stabilitas dan harmoni antarprovinsi.
What's Your Reaction?






