Pendaki Asal Brasil Meninggal di Jalur Neraka Rinjani, Wisata Indonesia Diboikot
Tragedi pendaki Brasil Juliana Marins yang meninggal di jurang Gunung Rinjani memicu sorotan dunia. Kronologi insiden, kegagalan penyelamatan, dan kemarahan netizen Brasil yang menyerukan boikot wisata Indonesia dilaporkan media asing seperti LADbible dan BoredPanda. Baca selengkapnya.

Jakarta, 25 Juni 2025 – Dunia dikejutkan oleh kematian tragis Juliana De Souza Pereira Marins, pendaki asal Brasil berusia 26 tahun, yang meninggal dunia setelah terperosok ke jurang sedalam 600 meter di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 21 Juni 2025. Insiden ini memicu sorotan internasional, dengan media asing seperti LADbible dan BoredPanda terus memberitakan kronologi dan kontroversi di balik kegagalan penyelamatan, serta memicu kemarahan netizen Brasil yang menyerbu akun media sosial resmi Presiden Indonesia dan mengajak boikot pariwisata Indonesia.
Kronologi Tragedi Pendaki Brasil Terperosok Ke Jurang
Pada Sabtu, 21 Juni 2025, sekitar pukul 06.30 WITA, Juliana Marins mendaki Gunung Rinjani melalui jalur Sembalun bersama rombongan lima pendaki lain dan seorang pemandu lokal. Saat tiba di kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju puncak yang dikenal sebagai "jalur neraka" karena medan curam dan berbatu, Juliana dilaporkan kelelahan. Pemandu memintanya beristirahat di titik tersebut, sementara rombongan melanjutkan perjalanan menuju puncak, meninggalkan Juliana sendirian.
Setelah beberapa waktu, Juliana tidak kunjung menyusul ke puncak. Pemandu kembali ke lokasi istirahat dan melihat cahaya senter di jurang menuju Danau Segara Anak, mengindikasikan Juliana telah tergelincir. Laporan kejadian diterima Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pada pukul 09.40 WITA, dan tim SAR gabungan dari TNGR, Basarnas Mataram, Polsek Sembalun, dan relawan segera dikerahkan.
Pada Minggu, 22 Juni 2025, drone menangkap rekaman yang menunjukkan Juliana masih hidup di kedalaman jurang, memicu harapan penyelamatan. Namun, upaya penyelamatan terkendala oleh kabut tebal, medan berpasir yang rawan longsor, dan visibilitas terbatas. Pada Senin, 23 Juni 2025, drone thermal mendeteksi Juliana di kedalaman sekitar 500 meter, namun tidak bergerak. Cuaca buruk memaksa tim SAR menghentikan operasi sementara.
Pada Selasa, 24 Juni 2025, pukul 18.00 WITA, tim SAR akhirnya menjangkau Juliana di kedalaman 600 meter. Pemeriksaan awal oleh personel Basarnas memastikan Juliana telah meninggal dunia. Evakuasi jenazah dilakukan pada Rabu, 25 Juni 2025, menggunakan teknik lifting dan helikopter, dengan jenazah dibawa ke Posko Sembalun.
Sorotan Media Asing pada Kasus Meninggalnya Pendaki Brasil di Rinjani
Media internasional seperti LADbible di Facebook dan BoredPanda secara intensif memberitakan insiden ini, menyoroti bahwa Juliana ditinggalkan pemandu dalam kondisi kelelahan, serta kegagalan tim penyelamat mencapai lokasi tepat waktu. Rekaman drone yang menunjukkan Juliana masih hidup pasca-jatuh menjadi viral, memicu kritik terhadap lambatnya respons penyelamatan. The New York Times dan The Independent juga melaporkan tantangan medan ekstrem dan cuaca buruk, namun mencatat keluhan keluarga Juliana bahwa tim SAR kekurangan peralatan memadai.
Netizen Brasil Serbu Akun Ig Prabowo
Kegagalan penyelamatan Juliana memicu kemarahan netizen Brasil, yang menyerbu akun Instagram resmi Presiden Prabowo Subianto dan Republik Indonesia dengan komentar menuntut keadilan. Beberapa warga Brasil bahkan mengajak boikot pariwisata Indonesia, menuding otoritas lokal tidak kompeten dalam menangani insiden di destinasi wisata populer seperti Rinjani. Tagar seperti #JusticeForJuliana dan #BoycottIndonesia ramai di media sosial, memperburuk citra pariwisata Indonesia di mata komunitas internasional.
Tanggapan Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia, melalui Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Widiyanti Putri Wardhana, menyatakan keprihatinan mendalam dan menegaskan bahwa evakuasi melibatkan sumber daya maksimal, termasuk helikopter dan drone thermal. Kepala Basarnas, Marsekal Madya Mohammad Syafii, memastikan tim telah bekerja di tengah kondisi ekstrem, meskipun dihadapkan pada kendala cuaca dan medan.
Insiden ini menjadi pengingat akan bahaya mendaki Gunung Rinjani, terutama di jalur Cemara Nunggal yang terkenal berisiko tinggi. Tragedi Juliana Marins menambah daftar insiden serupa, seperti kematian pendaki Portugal pada 2022 dan pendaki Malaysia pada Mei 2025. Pemerintah diminta meningkatkan standar keamanan pendakian dan pelatihan pemandu untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
What's Your Reaction?






