Remaja 16 Tahun Rusak Makam di Jogja, Motif Masih Jadi Misteri

Yogyakarta, 20 Mei 2025 – Kota Yogyakarta, yang dikenal sebagai simbol toleransi dan keberagaman, diguncang kasus perusakan makam di dua wilayah: Bantul dan Kotagede. Seorang remaja berusia 16 tahun berinisial ANFS ditangkap polisi pada Senin, 19 Mei 2025, sebagai pelaku utama. Namun, motif di balik aksi yang disebut "tidak masuk akal" ini masih menjadi misteri, memicu kekhawatiran akan citra Yogyakarta sebagai City of Tolerance.
Kronologi Perusakan Makam
Perusakan pertama kali terdeteksi pada Minggu, 18 Mei 2025, sekitar pukul 06.00 WIB, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngentak, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Sebanyak 10 nisan, tiga di antaranya berbahan keramik dan tujuh dari kayu, ditemukan hancur.
Perusakan serupa terjadi di TPU Jaranan, Panggungharjo, Sewon, Bantul, dan TPU Baluwarti, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta, dengan total 18 nisan rusak, sebagian besar bertanda salib.
Polisi bergerak cepat. Dalam waktu kurang dari 24 jam, ANFS, pelajar asal Banguntapan, Bantul, ditangkap di kediamannya pada pukul 15.00 WIB. Barang bukti berupa batu berukuran 30x20 cm dan pakaian pelaku diamankan.
ANFS mengaku melakukan perusakan di dua lokasi: Banguntapan dan Baluwarti. Namun, hingga kini, motifnya masih diselidiki oleh Polres Bantul dan Kapolresta Yogyakarta.
Motif yang Masih Jadi Misteri
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyebut tindakan ini "tidak masuk akal" dan tidak mencerminkan ajaran agama apa pun. "Tidak ada keuntungan materiil. Ini tindakan yang sulit dipahami," ujarnya. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga menyatakan belum mengetahui motif pasti dan meminta masyarakat tidak berspekulasi agar situasi tetap kondusif.
Apakah ini sekadar kenakalan remaja, pengaruh eksternal, atau ada motif lebih dalam? Pertanyaan ini menggema di kalangan warga, terutama setelah pernyataan polisi bahwa pelaku adalah remaja beragama Kristen. Beberapa warga di platform X, seperti akun @gagal_hijrah, menyebut aksi ini "biadab" dan meminta penegakan hukum yang tegas.
Ancaman terhadap Citra Toleransi
Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota budaya dan destinasi wisata, bangga dengan predikat City of Tolerance. Namun, kasus ini menimbulkan kekhawatiran. Mantan Bupati Kulonprogo, Hasto, mengatakan perusakan makam dapat merusak citra toleransi Yogyakarta jika isu ini berkembang menjadi konflik SARA. "Kita harus waspada. Ini bisa berdampak nasional," katanya.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan aparat desa bergerak cepat untuk meredam ketegangan. Pengurus TPU Ngentak, misalnya, langsung memperbaiki nisan yang rusak. Wali Kota Yogyakarta juga menegaskan komitmen menjaga harmoni antarumat beragama. "Kami pastikan Yogyakarta tetap aman dan toleran," ujarnya.
Respons Netizen dan Langkah Polisi
Polisi terus menyelidiki kemungkinan keterlibatan pelaku lain dan hubungan dengan kasus serupa di masa lalu. Rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian sedang dianalisis, dan koordinasi dengan Koramil, FKUB, dan kelurahan dilakukan untuk mencegah eskalasi. "Kami anggap ini tindakan kriminal, bukan isu SARA," tegas Kapolres Bantul.
Warga setempat menunjukkan solidaritas. Di Baturetno, misalnya, komunitas lintas agama membantu memperbaiki makam yang rusak. Kisah ini mengingatkan pada cerita inspiratif dari Manado, di mana seorang driver non-Muslim disuguhi makanan Lebaran, mencerminkan toleransi yang kuat di Indonesia.
Ujian bagi Yogyakarta
Kasus ini menjadi ujian bagi Yogyakarta untuk mempertahankan harmoni di tengah keberagaman. Dengan pelaku yang masih menjalani pemeriksaan di Polsek Kotagede, publik menanti kejelasan motif dan langkah hukum selanjutnya. Apakah ini hanya ulah remaja atau ada isu yang lebih besar?
Apa pendapat Anda? Bagaimana Yogyakarta bisa tetap menjaga predikat kota toleransi di tengah kejadian ini? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar atau di media sosial dengan tagar #JogjaToleransi.
What's Your Reaction?






