Sopir Truk di Indonesia Gelar Demo Massal Tolak Aturan Zero ODOL, Tuntut Revisi Kebijakan
Ribuan sopir truk di Surabaya, Solo, dan daerah lainnya memprotes kebijakan Zero ODOL, menuntut revisi aturan dan solusi atas dampaknya terhadap pendapatan dan logistik nasional.

Surabaya, Alltodays.com – Ribuan sopir truk dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Surabaya, Solo, Klaten, dan Karanganyar, menggelar aksi demonstrasi besar-besaran sejak Selasa, 17 Juni 2025, untuk menolak kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL).
Aksi ini diorganisasi oleh Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) dan Gabungan Sopir Jawa Tengah sebagai bentuk protes terhadap aturan baru yang dinilai memberatkan sopir serta pelaku industri logistik. Sementara itu, rencana demo di jalur Pantura Kudus dibatalkan demi alasan keamanan dan hasil audiensi dengan pihak berwenang.
Kebijakan Zero ODOL yang mulai diberlakukan penuh sejak 1 Juni 2025 oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri bertujuan meningkatkan keselamatan berkendara dan menjaga infrastruktur.
Namun, para sopir menyatakan aturan ini tidak realistis dan berdampak besar pada biaya operasional serta pendapatan. “Kami tidak menolak keselamatan, tapi industri memaksa kami bawa muatan besar, dan akhirnya kami yang kena denda hingga Rp15 juta,” ujar Angga, sopir truk di Surabaya.
Di Surabaya, rangkaian aksi dimulai dari kawasan Puspa Agro, Sidoarjo, lalu dilanjutkan ke sejumlah titik strategis seperti Margomulyo, Pelabuhan Perak, Markas Polda Jatim, dan berakhir di Kantor Gubernur Jawa Timur.
Baca Juga: Bank Mandiri Luncurkan Program Kredit Digital Inovatif untuk UMKM
Ribuan truk memadati jalan-jalan utama, bahkan membawa simbol protes berupa keranda bertuliskan kritik terhadap kebijakan ODOL. “Kami siap bertahan di depan kantor gubernur selama tiga hari jika tuntutan tidak dipenuhi,” tegas Koordinator GSJT, dikutip Suara Jatim Post.
Di wilayah Solo Raya, demonstrasi menyebabkan penutupan akses jalan utama dan diwarnai insiden tidak terduga, termasuk kerusakan pada sebuah ambulans yang mencoba melintas.
“Kami tidak mendukung kekerasan, tapi aturan ini mengancam hidup kami,” kata Budi, sopir di Solo. Sementara itu, aparat kepolisian tetap mengimbau agar para sopir menjaga ketertiban dan berjanji menyalurkan aspirasi mereka ke pusat.
Di Klaten, ratusan sopir mogok kerja di Subterminal Delanggu. Mereka menuntut regulasi logistik yang lebih adil, upah yang layak, dan jaminan keselamatan kerja.
Tuntutan serupa disuarakan oleh sopir di Karanganyar dan Mojokerto, yang menggelar pemblokiran jalan serta mogok nasional sejak 17 Juni.
Sementara itu, di Kudus, aksi yang sedianya digelar pada 19 Juni di Terminal Jati urung dilakukan setelah perwakilan sopir berhasil mencapai kesepahaman awal melalui pertemuan dengan pihak Polres.
Korlantas Polri menjelaskan bahwa masa sosialisasi aturan ODOL berlangsung hingga 30 Juni, diikuti masa peringatan sampai 13 Juli, sebelum diberlakukan penindakan mulai 14 Juli 2025. “Kami terus menyosialisasikan aturan ini dan menjembatani aspirasi ke pusat,” ujar AKP Agista Ryan Mulyanto dari Satlantas Polres Karanganyar.
Di luar penolakan terhadap kebijakan ODOL, para sopir juga mengusulkan pemenuhan hak sosial seperti akses BPJS Kesehatan tanpa biaya.
Dukungan juga datang dari Bali, di mana GAPIBA (Gerakan Aliansi Pengemudi Bali) membagikan brosur di Pelabuhan Gilimanuk untuk menyuarakan solidaritas dengan rekan sopir di Jawa.
Aksi ini menyoroti ketegangan antara regulasi keselamatan jalan dan tantangan ekonomi para sopir. Sementara pemerintah berusaha menjaga keselamatan dan infrastruktur, para pengemudi berharap solusi yang adil dan manusiawi. Dialog antara pemerintah dan perwakilan sopir masih terus berjalan demi mencari titik temu.
What's Your Reaction?






