Anggaran Mobil Dinas Eselon I Naik ke Rp931,6 Juta, Uang Saku Rapat ASN Dihapus!
Pemerintah Indonesia terapkan efisiensi anggaran 2026, tetapi kontroversi muncul: anggaran mobil dinas eselon I naik ke Rp931,6 juta, sementara uang saku rapat ASN dihapus. Baca analisis lengkap kebijakan ini dan kritik atas ketimpangan prioritas anggaran.

Jakarta, 3 Juni 2025, – Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 mengumumkan kebijakan efisiensi anggaran untuk RAPBN 2026, namun langkah ini memicu kontroversi. Anggaran pengadaan mobil dinas pejabat eselon I melonjak dari Rp878,9 juta menjadi Rp931,6 juta per unit.
Sementara uang saku rapat untuk aparatur sipil negara (ASN) level rendah dihapus total. Kontradiksi ini memicu kritik keras dari berbagai pihak yang mempertanyakan konsistensi komitmen efisiensi pemerintah.
Kenaikan Anggaran Mobil Dinas
Kenaikan anggaran pengadaan mobil dinas untuk pejabat eselon I sebesar Rp52,7 juta per unit menjadi sorotan utama dalam kebijakan ini. Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa kenaikan ini merupakan penyesuaian dengan harga pasar terkini, khususnya untuk kendaraan listrik yang mendukung agenda ramah lingkungan pemerintah.
Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Lisbon Sirait, memberikan penjelasan.
“Standar biaya ini adalah acuan harga maksimum yang mencerminkan kondisi pasar, bukan untuk mendorong pembelian baru. Kami tetap fokus pada efisiensi dengan memaksimalkan penggunaan aset yang sudah ada.” Pengadaan baru juga diklaim dibatasi, dengan fokus pada optimalisasi aset eksisting seperti kendaraan dinas yang sudah dimiliki instansi.
Meski demikian, kenaikan anggaran ini dianggap bertentangan dengan semangat efisiensi yang digaungkan. Publik mempertanyakan mengapa fasilitas untuk pejabat tinggi justru ditingkatkan di tengah upaya penghematan anggaran negara.
Tanpa pengawasan ketat, kebijakan ini berisiko memicu persepsi bahwa efisiensi hanya diterapkan pada pos-pos kecil, sementara pengeluaran besar untuk pejabat tetap disetujui, yang dapat merusak kepercayaan publik.
Penghapusan Uang Saku Rapat ASN
Dalam upaya efisiensi, pemerintah menghapus uang saku rapat untuk ASN. Pada 2025, uang saku rapat setengah hari telah dihilangkan, dan untuk 2026, uang saku rapat sehari penuh juga dicabut. Selain itu, honor bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dipangkas hingga 38%, menghasilkan penghematan anggaran hingga Rp300 miliar.
“Efisiensi ini diperlukan untuk memastikan anggaran dialokasikan ke sektor-sektor yang benar-benar berdampak bagi masyarakat. Penghematan dari honor PPK dan uang saku rapat akan mendukung program prioritas nasional.”, menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan.
Kebijakan ini berdampak signifikan pada ASN level rendah, yang selama ini mengandalkan tunjangan rapat untuk kebutuhan operasional sehari-hari. Penghapusan ini memicu kekhawatiran akan penurunan motivasi kerja, terutama di kalangan pegawai dengan gaji terbatas. Beberapa pihak menilai bahwa pemangkasan ini menunjukkan prioritas yang tidak seimbang, di mana penghematan difokuskan pada pegawai rendah, sementara fasilitas pejabat tinggi tetap dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
Kontradiksi yang Disorot
Kontradiksi antara kenaikan anggaran mobil dinas dan penghapusan tunjangan ASN memicu reaksi keras dari publik dan analis. Banyak yang menilai kebijakan ini mencerminkan ketimpangan, di mana pejabat eselon I mendapat fasilitas lebih mewah, sementara ASN level rendah kehilangan tunjangan kecil yang esensial.
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengkritik, “Kenaikan anggaran mobil dinas di tengah pemangkasan tunjangan kecil untuk ASN menunjukkan bahwa efisiensi masih belum merata. Ini bisa memicu persepsi ketidakadilan di masyarakat.”
Netizen di platform X juga menyoroti ketimpangan ini, dengan beberapa menyebut kebijakan ini sebagai “efisiensi setengah hati” yang hanya membebani pegawai rendah. Pemerintah menghadapi tantangan untuk menjelaskan alasan di balik keputusan ini dan memastikan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Tanpa komunikasi yang jelas, kebijakan ini berisiko memicu ketidakpuasan yang lebih luas di kalangan ASN dan masyarakat.
What's Your Reaction?






