Isu Ijazah Palsu Jokowi Dinilai Sarat Agenda Politik, Pendukung: Justru Menguntungkan Presiden
Perdebatan soal isu ijazah palsu Presiden Jokowi memanas. Pendukung menilai isu ini menguntungkan Jokowi dan menyarankan pihak penuduh minta maaf. Tuduhan dianggap bagian dari agenda politik besar hingga 2029.

Perdebatan soal dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali memicu ketegangan politik nasional. Namun, sejumlah pihak yang mengaku sebagai pendukung Jokowi justru menilai isu ini bukan sebagai upaya menjatuhkan sang presiden, melainkan berpotensi menguntungkannya. Mereka menegaskan bahwa tuduhan tersebut akan berbalik arah menjadi bumerang bagi para penuduh, bahkan bisa berujung pada proses hukum.
Dalam perbincangan publik yang semakin luas, beberapa tokoh menyebut adanya agenda politik besar yang tersembunyi di balik isu ini. Salah satu narasumber menyebut, tudingan palsunya ijazah Presiden Jokowi telah dimanfaatkan sebagai jalan untuk mendorong pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Nasution. Tudingan itu disebut sebagai bagian dari grand design politik yang dirancang sejak tahun 2020, melibatkan kelompok tertentu, termasuk beberapa purnawirawan dan tokoh oposisi.
Nama-nama seperti Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, dan Rismon Pasaribu turut disebut sebagai pihak yang aktif menyuarakan isu ini. Namun, kubu pendukung Jokowi menyatakan mereka kini menghadapi potensi jerat hukum akibat tuduhan tanpa bukti kuat. Sejumlah laporan polisi telah diajukan, dan proses penyidikan telah dimulai, menunjukkan bahwa kasus ini bisa terus berkembang.
Profesor Paiman, yang disebut-sebut dalam polemik ini, juga mengaku telah menerima tekanan dan bahkan diminta memberikan uang oleh pihak yang menuduh, dengan ancaman akan diviralkan jika tidak menuruti permintaan. Bukti transfer yang beredar diklaim menguatkan dugaan bahwa motif ekonomi juga ikut bermain dalam kasus ini.
Di sisi lain, para penuduh menyebut bahwa hingga kini belum ada pembuktian yudisial yang sahih terkait keaslian ijazah Presiden Jokowi. Mereka menilai gugatan yang diajukan ke pengadilan adalah bentuk hak hukum warga negara, dan jika gugatan itu ditolak atau gugur, bukan berarti pelapornya bisa otomatis dipidanakan. Namun, pihak pendukung presiden menilai bahwa isi gugatan yang bersifat fitnah dan menyerang kehormatan pribadi bisa masuk ke ranah pidana berdasarkan pasal pencemaran nama baik.
Perdebatan ini juga menyinggung soal hak imunitas presiden dan kehormatan lembaga kepresidenan. Beberapa pihak mengingatkan agar kritik dan gugatan yang diajukan tidak melampaui batas sehingga berubah menjadi penghinaan personal yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum. Perbandingan dengan kasus masa lalu seperti Ahmad Dhani dan pernyataan Zainal Ma’arif terhadap SBY turut diangkat untuk memberikan konteks yuridis.
Secara keseluruhan, dinamika ini menunjukkan bahwa isu ijazah palsu tidak berhenti sebagai perdebatan publik, tetapi telah menjelma menjadi pertarungan politik, hukum, dan persepsi di ruang publik. Pihak pendukung Presiden Jokowi mengimbau semua pihak untuk menyudahi polemik ini dan menyarankan permintaan maaf kepada presiden serta keluarganya sebagai langkah menuju penyelesaian damai. Mereka menegaskan bahwa kriminalisasi tidak pernah menjadi tujuan, melainkan bentuk perlindungan terhadap kehormatan pejabat negara dari upaya mempermalukan secara tidak berdasar.
What's Your Reaction?






